INDOPROPERTYNEWS.COM – Kenaikkan tarif air bersih di DKI Jakarta terus mendapatkan penolakan dari pemilik dan penghuni rumah susun. Mereka meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan Perumda Air Minum (PAM) Jaya mengkaji ulang penetapan kategori pelanggan air bersih yang dianggap tidak adil.
Pemilik dan penghuni rumah susun merasa selama 17 tahun terakhir, dikenakan tarif tertinggi akibat kesalahan dalam penetapan kategori. Ini yang disebut sebagai ketidakadilan dalam pelayanan air bersih.
Menurut salah seorang Pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) CBD Pluit, Yus Heri, bahwa sejak tahun 2007, PAM Jaya secara sepihak menetapkan kategori tarif kepada pihak pengembang (developer), bukan kepada para pemilik unit.
Padahal, pengembang hanya bertindak sebagai pengelola sementara dalam masa transisi. Keputusan tersebut menyebabkan warga harus membayar lebih mahal dibandingkan tarif yang seharusnya mereka terima.
BACA JUGA: Anggota DPRD DKI Fraksi PSI Usulkan Penundaan Kenaikan Tarif Air Bersih oleh PAM Jaya pada 2025
“Kami, PPPSRS CBD Pluit, telah melakukan sumbangsih lebih bayar selama 17 tahun kepada negara melalui PAM Jaya tanpa mengajukan komplain. Bahkan, kami sendiri yang melakukan swadaya untuk perawatan dan perbaikan instalasi pipa air bersih,” kata Yus Heri dalam keterangan persnya, Kamis, 30 Januari 2025.
Yus mengatakan, meskipun selama ini telah membayar lebih, pemilik dan penghuni rumah susun tidak menuntut pengembalian kelebihan bayar yang telah terjadi selama 17 tahun. Mereka juga tidak meminta tarif terendah, melainkan hanya menginginkan keadilan dalam penetapan kategori tarif yang sesuai dengan kondisi mereka.
“Sudah sepatutnya PAM Jaya melakukan pembenaran atas penetapan kategori dengan berlandaskan asas keadilan sosial bagi kami sebagai masyarakat Indonesia,” kata dia.
Dia pun menuntut, tiga hal utama kepada PAM Jaya: Pertama, pengembalian status kategori yang sesuai, yaitu Kategori KII – 5F3 sebagai rumah susun menengah, bukan menyamakan dengan gedung bertingkat tinggi komersial, kondominium, dan pusat perbelanjaan dengan menyebutnya sebagai apartemen yang dimasukan golongan KIII kode tarif 3S.
Kedua, Yus meminta PAM Jaya kembali memberlakuan single tariff bagi pelanggan rumah susun bukan progressive tariff yang sulit diterapkan bagi pelanggan rumah susun.
”Sebab selama ini kami, membayar biaya pemakaian air bersih ke PAM Jaya menggunakan tarif batas atas (>20 m3), dengan single tariff yang merupakan akumulasi pemakaian seluruh penghuni dan juga area bersama,” jelasnya.
Jika menggunakan progressive tariff, lanjutnya pasti terjadi selisih (kekurangan) pembayaran dari penghuni ke PAM Jaya.
Sebab penagihan ke penghuni sesuai penggunaan (air bersih) masing-masing, yang sebagian besar pemakaiannya di bawah 10 m3.
Sementara tarif yang harus dibayarkan kepada pihak PAM Jaya menggunakan batas atas (di atas 20 m3).
BACA JUGA: Tarif Air Bersih Rumah Susun Naik 71 Persen, P3RSI: Siap-siap PPPSRS Hadapi Kekisruhan
”Lalu pertanyaan yang mendasar, siapa harus menanggung selisih (kekurangan) pembayaran tersebut? yang jumlahnya cukup besar setiap bulannya,” tegasnya.
Permintaan ini, kata Yus, bukan hanya soal biaya, tetapi juga soal hak untuk mendapatkan tarif yang lebih adil dan transparan.
Hingga saat ini, pemilik dan penghuni rumah susun masih menunggu tanggapan dari PAM Jaya terkait permohonan ini.***