INDOPROPERTYNEWS.COM – Investasi bodong DNA Pro merupakan kasus robot tranding pertama yang ”meledak” dan dibawa di persidangan dengan jumlah korban diperkirakan sekitar 10 ribu orang dengan kerugian mencapai hampir Rp1 triliun.
Setelah melewati proses panjang, akhirnya pada tanggal 14 Februari 2023 Pengadilan Negeri Bandung memutuskan, aset hasil sitaan tindak pidana robot trading DNA Pro dikembalikan kepada para korban. Tentunya hal ini spontan disambut gembira oleh para korban baik yang sudah tercacat di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, maupun para korban yang belum melapor karena ketidaktahuannya.
Menurut Rakhmi Jaksa Eksekutor dalam perkara tersebut, bahwa saat ini masih dalam tahap proses lelang aset-aset sitaan, hingga meski sudah diputus pengadilan, pihaknya belum dapat melaksanakan pembagian dana hasil kejahatan robot trading DNA Pro. Lagi pula putusan pengadilan sendiri tidak menyebutkan nama-nama korban secara pasti.
Karena itu, lanjut Rakhmi, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung menafsirkan, bahwa pembagian itu terbuka untuk seluruh korban. Pihaknya ingin mengakomodir semua korban, sekaligus mencegah adanya gugatan selanjutnya terhadap barang sitaan.
BACA JUGA: Bank DKI Raih 2 Penghargaan dari The Iconomics Bukti Konsisten dan Kerja Cerdas
Lebih jauh, dia menerangkan, Kejari Kota Bandung tak ingin mengingkari hak-hak seluruh korban, bukan hanya yang melapor ke Bareskrim atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tapi juga terbuka bagi semua korban yang dapat membuktikan, setelah diverifikasi atau divalidasi oleh pendampingan tim Kejari dengan LPSK.
”Terdaftar atau tidaknya korban kami tidak tahu, karena data pusatnya tidak ada atau tidak sita dalam perkara ini. Kami mengandalkan data-data korban yang melapor ke Bareskrim, LPSK, maupun yang mengirim surat ke Kejaksaan secara mandiri yang sebelumnya ada juga yang sudah melapor ke Bareskrim dan LPSK,” kata Rakhmi dalam keterangannya, Rabu, 28 Februari 2024, di Bandung, Jawa Barat.
Bahkan kata Rakhmi, ada juga korban yang lewat kuasa hukum yang katanya dibuat oleh para terpidana, namun ternyata banyak yang tidak diakomodir dan datanya tidak sampai ke Bareskrim. Banyaknya kualifikasi korban di sini, sehingga pihak Kejari Kota Bandung tidak bisa menentukan siapa korban sebenarnya sebelum semua jelas. Jadi korban yang belum lapor ke polisi itu, ada yang memang ke LPSK, ada juga secara mandiri baru tahu setelah kasus telah Inkrah.
”Untuk penentuan siapa saja korban, kami minta pendampingan LPSK, karena mereka sudah menghitung dari awal, walaupun terpisah dari Bareskrim. Kita juga sudah berkoordinasi bagaimana cara penghitungannya biar kita tidak salah menentukan. Kita minta pendampingan agar verifikasinya lebih transparan,” terangnya.
Rakhmi menegaskan, tidak ada niat Kejaksaan untuk mengulur-ulur waktu. Karena proses lelang memang memerlukan waktu. Dalam putusan pengadilan disebut dibagikan kepada korban secara proposional.
Dia meminta masyarakat, khususnya para korban untuk percaya dengan prosesnya, karena Kejari Kota Bandung berupaya setransparan mungkin dan tidak ditunggungi oleh kepentingan tertentu, semuanya yang dilakukan untuk para korban. Kejari ingin proses eksekusi yang tuntas, sampai akhirnya tidak ada tuntutan di kemudian hari.
”Saat ini kami fokus pada proses lelang barang sitaan, biar dananya dalam bentuk uang seluruhnya. Karena dalam putusannya pun, barang-barang yang disita itu dirampas negara yang selanjutnya hasilnya diserahkan pada korban. Prosesnya ini makan waktu,” terangnya .
Berikutnya, ungkap Rakhmi, baru pendataan korban yang diambil dari Bareskrim dan LPSK, juga data-data yang dikirimkan ke Kejaksaan. Sementara itu, proses lelang sudah berjalan sejak putusan Inkrah. Lelang terhadap aset sitaan DNA Pro dibagi dua. Ada yang dilakukan oleh Kejari Bandung dan ada juga yang minta bantuannya ke Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung.
BACA JUGA: Pemilu 2024 Berlangsung Damai, Harvest City Siap Rilis Kawasan Komersial Baru