INDOPROPERTYNEWS.COM – Kalangan pengembang yang tergabung dalam asosiasi Realestat Indonesia (REI) yang berasal dari tiga DPD, yakni REI DKI Jakarta, REI Jawa Barat dan REI Banten mendesak pemerintah segera merealisasikan penambahan kuota untuk pembiayaan rumah bersubsidi.
Palasnya, jika merujuk kepada data yang diambil dari website BP Tapera: disebutkan Realisasi penyaluran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) rumah tapak tahun 2023 sebesar 228.914 unit rumah. Dengan realisasi penyaluran dana FLPP rumah tapak bulan Januari sampai dengan akhir Mei 2023 sejumlah 82.340 unit rumah.
Sementara realisasi penyaluran dana FLPP rumah tapak bulan Januari sampai akhir Mei 2024, hanya 78.705 unit rumah. Sehingga jika diambil berdasarkan perbandingan yg sama, maka kuota tahun 2024 idealnya adalah = (78.705/82.340) x 228.914 unit = 218.808 unit, bukan 166.000 unit (kuota FLPP 2024).
BACA JUGA: Bank Indonesia Apresiasi Bank DKI dalam Implementasi Program Pemberdayaan Usaha Kecil
Berdasarkan data di atas, Arvin F. Iskandar, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) REI DKI Jakarta memprediksi kuota FLPP 2024 sejumlah 166.000 unit akan habis pada bulan Agustus mendatang.
Menurut Arvin, menipisnya alokasi pembiayaan rumah subsidi yang disalurkan lewat program FLPP tahun ini tidak hanya menimbulkan kekhawatiran bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), tetapi juga bagi pengembang pelaku pembangunan rumah bersubsidi.
“Terkait isu kuota pembiayaan rumah subsidi, kami tiga DPD REI; DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten melakukan koordinasi untuk proaktif. REI mencari terobosan yang kongkrit dengan para pemangku kepentingan terkait solusi yang bisa dieksekusi bersama-sama,” ungkap Arvin pada acara Temu Anggota Tiga DPD REI, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Rabu, 12/6.
Soal keterbatasan APBN dalam pembiayaan KPR FLPP, misalnya. Menurut Arvin, selain KPR FLPP, terobosan apa lagi yang bisa dilakukan pemerintah dimasa transisi ini?
BACA JUGA: BP3, Mesin Penggerak Program 3 Juta Unit Rumah Probowo-Gibran
“Apakah bisa dengan (kembali) menerapkan program subsidi selisih bunga atau menggali alternatif pembiayaan dari sumber-sumber yang lain. Pengembang harus realistis karena APBN terbatas. Demikian juga dengan perbankan, BP Tapera atau BPJS TK. Kolaborasi seperti apa yang bisa dilakukan dengan REI ke depan untuk memanfaatkan dana kelolaan masing-masing, agar optimal tersalurkan bagi pembiayaan perumahan,” ungkapnya.