INDOPROPERTYNEWS.COM – Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang bekerja di wilayah Jakarta dengan penghasilan hingga Rp 12 juta kini dapat mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk rumah subsidi.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor 5 Tahun 2025 tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah serta Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah.
Aturan tersebut diteken oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, atau yang akrab disapa Ara, pada 17 April 2025.
“Sudah berlaku sejak tanggal 22 April 2025,” ujar Ara dalam acara pengumuman kebijakan tersebut di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, pada Kamis, 24 April 2025.
Baca juga: Menteri PKP Maruarar Sirait Tinjau Perumahan Subsidi dan Komersial di Karawang
Berikut adalah rincian batas penghasilan maksimal untuk MBR sesuai zonasi wilayah:
-
Zona 1 (Jawa kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi; Sumatera; NTT; dan NTB):
-
Umum dan tidak kawin: Rp 8,5 juta
-
Umum kawin: Rp 10 juta
-
Peserta Tapera: Rp 10 juta
-
-
Zona 2 (Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali):
-
Umum dan tidak kawin: Rp 9 juta
-
Umum kawin: Rp 11 juta
-
Peserta Tapera: Rp 11 juta
-
-
Zona 3 (Papua dan seluruh provinsi pemekarannya):
-
Umum dan tidak kawin: Rp 10,5 juta
-
Umum kawin: Rp 12 juta
-
Peserta Tapera: Rp 12 juta
-
Baca juga: Menteri PKP Serahkan Audit Pengembang Perumahan ke BPK, Pengembang Minta Program Dimatangkan
-
Zona 4 (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi):
-
Umum dan tidak kawin: Rp 12 juta
-
Umum kawin: Rp 14 juta
-
Peserta Tapera: Rp 14 juta
-
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menuturkan bahwa kebijakan baru ini diharapkan dapat memberikan kemudahan akses pembiayaan perumahan bagi masyarakat yang membutuhkan.
“Bahwa hitungan itu (batas maksimal gaji MBR baru) berdasarkan dari Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2024 yang kemudian kita sesuaikan dengan tingkat inflasi untuk mendapatkan kondisi 2025,” jelas Amalia.
Ia juga mengungkapkan bahwa saat ini backlog perumahan di Indonesia masih cukup tinggi, yakni mencapai 9,9 juta rumah tangga, sehingga kebijakan ini menjadi salah satu langkah strategis untuk menurunkan angka tersebut.***