Pada kesempatan yang sama Ketua DPD REI Jawa Barat, Lia Nastiti mengatakan pertemuan tiga DPD REI ini merupakan bagian dari upaya berkomunikasi dan kolaborasi dengan pemerintah sebagai pembuat kebijakan, perbankan sebagai penyalur dana dan pengembang selaku penyedia perumahan, untuk berbagi peran mencari terobosan dan solusi agar permintaan dan pasokan hunian tetap berjalan baik setiap tahun sehingga pada akhirnya akan menurunkan angka backlog kepemilikan rumah.
Lia menyampaikan, pengembang rumah subsidi di Jawa Barat sangat berharap tindakan konkret pemerintah. Pasalnya, kekurangan kuota pembiayaan dana subsidi berpotensi menyebabkan dampak besar, tidak hanya bagi MBR dan pengembang, tetapi juga untuk 175 industri yang menjadi penunjang pembangunan rumah dan jangan dilupakan juga dampaknya bagi pihak perbankan yang memberikan kredit konstruksi .
“Jawa Barat selama ini adalah penyumbang pembangunan rumah subsidi terbesar di Indonesia. Dimana tahun 2023 realisasi nya adalah 61.868 unit, dan di Tahun 2024 ini kami menargetkan sebanyak 65,000 unit rumah subsidi. Kehabisan kuota KPR FLPP bisa menghambat pertumbuhan sektor properti, menghambat pengembangan properti, dan meningkatkan risiko gagal bayar karena pengembang tidak dapat memenuhi kewajiban perbankan,” tambahnya.
Roni H Adali, Ketua DPD REI Banten menambahkan, Banten yang menempati urutan ke dua se-Indonesia untuk realisasi pembangunan rumah subsidi juga berharap ada upaya dari pemerintah guna mendorong stakeholder untuk mengatasi kekurangan kuota.
“Pengembang di Banten menilai permintaan masyarakat terhadap rumah subsidi tetap tinggi. Kami juga sudah berkomunikasi dengan pemimpin daerah di Banten terkait kebutuhan dana perumahan ini. Bersama-sama dengan pemerintah daerah menyuarakan pentingnya tambahan pembiayaan bagi rumah subsidi MBR ke pemerintah pusat,” ujarnya.
Kebijakan sertifikasi elektronik
Selain Kolaborasi Mencari Solusi Mengatasi Keterbatasan Kuota FLPP, Kegiatan Temu Anggota Tiga DPD REI juga membahas tentang Kebijakan Sertifikat Elektronik Tanah.
Terbitnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penerbitan Dokumen Elektronik dalam Pendaftaran Tanah, artinya akan menggantikan sertifikat analog yang berlaku sebelum ini.
Perubahan bentuk sertifikat menjadi dokumen elektronik menurut Ketua DPD REI Banten Roni merupakan lompatan yang sangat besar. Namun, tantangan terbesarnya adalah sejauh mana jaminan keamanan data elektronik dalam hal pengakuan terhadap bukti kepemilikan atas tanah. Pasalnya, kasus sertifikat kepemilikan ganda (masih) cukup banyak terjadi.