INDOPROPERTYNEWS.COM – Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan, Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, R. Haryo Bekti Martoyoedo, menyatakan bahwa pembangunan rumah subsidi dengan konsep Bangunan Gedung Hijau (BGH) tidak memerlukan biaya yang tinggi, terutama jika dibandingkan dengan biaya pembangunan rumah subsidi standar.
Haryo menjelaskan bahwa rumah subsidi yang dibangun sesuai ketentuan Kementerian PUPR sudah memenuhi kriteria BGH tingkat mendasar, yaitu Pratama. Salah satu ketentuan yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002.
“Tinggal ditambah sedikit bisa menjadi Madya (BGH tingkat menengah). Artinya dari sisi desain yang sekarang ada, dari sisi pasif desainnya, itu sudah mencukupi. Untuk itu sebenarnya kalau dilihat dari pembiayaannya itu sebenarnya kecil cost tambahannya,” ungkapnya dalam Webinar Series #2 GIVEST 2024 bertema “Peran Investasi Pemerintah Dalam Mendukung Kebijakan Green and Affordable Housing di Indonesia” yang diadakan oleh Ditjen Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Untuk memenuhi kriteria perencanaan BGH Madya, Haryo menambahkan bahwa rumah subsidi hanya memerlukan peningkatan dalam beberapa aspek, seperti mengubah orientasi rumah menghadap utara atau timur, memperlebar bukaan jendela, meninggikan plafon, serta menggunakan material ramah lingkungan.
“Kita juga sudah diskusi dengan beberapa supplier material, sebenarnya mereka juga punya produk untuk membangun rumah bangunan hijau, cost-nya juga tidak banyak tambahannya,” tegasnya.
Haryo juga menyampaikan bahwa saat ini sudah ada contoh perumahan subsidi yang telah memperoleh Sertifikat BGH Utama, yaitu Perumahan Mulia Gading Kencana (MGK) di Serang, Banten.
BACA JUGA: Rekor! APERSI dan Kementerian PUPR Akui Pengembang ini Bangun Rumah Subsidi Terbanyak
Menurutnya, salah satu strategi pengembang MGK adalah tidak membeli material dari toko bangunan umum, melainkan langsung dari produsen atau pabrik.
“Artinya kalau memang pengembang mau itu bisa dilakukan, mungkin untuk pengusaha atau pengembang yang memang punya akses ke sana, tapi kalau dia memang jauh agak berbeda ya, tapi paling tidak itu bisa dilakukan dan ada contohnya,” tutupnya.***