“IPL bukan objek PPN, karena pada prinsipnya PPN dikenakan atas pertambahan nilai atas transaksi. Sementara IPL adalah pengumpulan dana dari warga lingkungan yang disetor kepada kasir/akun bank yang mengatasnamakan PPPSRS yang anggotanya terdiri dari seluruh warga lingkungan rumah susun. Jika pemilik menyetor dana IPL kepada rekening bersama milik penghuni, apakah atas penyetoran tersebut merupakan penyerahan terhutang PPN? Jika KPP mencari sumber baru untuk setoran negara, sebaiknya dipertimbangkan lagi atas pengenaan PPN atas IPL, karena tidak tepat,” gugat Yohanes.
Yohanes menjelaskan, banyaknya tantangan dalam pengelolaan keuangan di rumah susun/apartemen, salah satunya, warga selalu protes dan menentang kenaikan IPL, sehingga tarif IPL stagnan.
Sementara biaya operasional meningkat setiap tahunnya. Ditambah lagi kondisi apartemen yang sudah lama (umur diatas 10 tahun), dimana kondisi bangunan dan fasilitas umum perlu peremajaan yang memerlukan biaya yang banyak.
“Jadi kalau pemerintah ingin bebankan PPN pada IPL sebaiknya dikaji lagi lebih dalam. Jangan sampai buat keresahan dan ketidaknyamanan tinggal di rumah susun/apartemen karena penurunan kualitas pengelolaan. Carilah sumber pendapatan pajak lain yang memang jelas-jelas mendapat nilai tambah dari transaksi barang dan jasa,” pungkasnya.
Ketua PPPSRS Mediterania Boulevard Residences Kian Tanto juga menyatakan keberatannya dan menolak jika pemerintah, dalam hal ini Dirjen Pajak “memaksakan” dana urunan (IPL) untuk pengelolaan dan perawatan benda bersama, tanah bersama, dan bagian bersama dibebankan PPN.
Kian mengaku, betapa sulitnya memenuhi kebutuhan operasional pengelolaan dan perawatan gedung apartemen Mediterania Boulevard Residences.
Dimana dana IPL-nya tidak mencukupi untuk biaya operasional, sehingga pengurus harus mencari pendapatan lain-lain. Seperti menyewakan ruang-ruang bagian bersama, benda bersama, space-space area komerial, BTS, ATM dan lain sebagainya.
Kian mengatakan, karena dana tarikan IPL tak mencukupi, sehingga untuk operasional dan perbaikan gedung yang biasanya menggunakan dana sink fund, mereka sampai patungan dengan pemilik dan penghuni.
“Kami hampir tak punya dana cadangan (sink fund) yang mencukupi, sehingga ketika harus dilakukan pengecatan gedung atau perbaikan-perbaikan yang butuh biaya besar, maka biaya harus dibagi rata dengan pemilik dan penghuni apartemen,” jelas Kian.
Kian pun mengeluhkan, dalam beberapa tahun ini PPPSRS mengalami kesulitan mencukupi biaya operasional pengelolaan apartemennya. Apalagi sejak pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi global. Banyak pemilik dan penghuni alami kesulitan ekonomi, sehingga tidak sedikit yang menunggak kewajiban bayar IPL.